BAB II
PEMIKIRAN THORNDIKE, SKINNER
DAN AUSUBEL
DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
A. Pemikiran Thorndike dalam
pembelajaran
Matematika
1. Biografi Thorndike
|
dward LeeThorndike, lahir di Williamsburg, Massachus sets pada tahun 1874. Thorndike mendapat gelar sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun
1895, dan master dari Hardvard pada tahun 1897. ketika disana, dia mengikuti kelasnya
Williyams James dan merekapun
cepat
menjadi akrab.dia menerima beasiswa
di Colombia, dan mendapatkan gelar PhD-nya tahun
1898. kemudian dia tinggal
dan mengajar di Colombia sampai pension pada tahun 1940. Beliau menerbitkan
suatu buku yang berjudul “Animal intelli- gence, An experimental study of associationprocess in Ani- mal”. Buku ini yang merupakan hasil
penelitian Thorndike
terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung yang
mencerminkan prinsip
dasar dari proses belajar yang dianut oleh Thorndike; belajar adalah terjadinya hubungan antara stimulus dan respons
(Duane P. Schultz dan
Sydney Ellen Schultz, 2013: 326)
2. Teori belajar Thorndike
Pengaruh pemikiran Thorndike
dalam studi psikologi sangat besar.
Teori
belajar yang dikemukakan
Thorndike disebut “Connectionism”
karena belajar merupakan
proses
pembentukan koneksi-koneksi antara
stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error”
dalam rangka menilai respon
yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang
antara lain kucing,
dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Tendensi
yang menuntun kepada keberhasilan dilekatkan atau terus menerus
digunakan dalam sejumlah percobaan, pembelajaran semacam ini dikenal dengan pembelajaran trial and error (coba-coba) atau thorndike
sering menyebutnya dengan trial and accidental succes.
Adapun Ciri-ciri
belajar trial and error, antara lain;
a
. Ada motif pendorong aktivitas;
b. Ada berbagai respon terhadap
situasi;
c. Ada eliminasi
respon-respon yang gagal atau salah;
d. Ada
kemajuan reaksi-reaksi
mencapai tujuan
dari penelitiannya itu;
Dari
penelitian yang dilakukan oleh Thorndike,
dapat disimpulkan; “perlu adanya
motivasi dalam proses belajar, sertaada efek positif atau sebagi
suatu bentuk kepuasan yang akan dicapai oleh respons (Haryu Islamuddin, 2012: 67).
Menurut Thorndike, belajar
adalah proses interaksi antara
interaksi antara stimulus dan respons. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respons adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang
dapat pula berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan (Melly Andriani
dan Mimi Hariani, 2013: 20).
3. Hukum-Hukum yang digunakan Edward Lee
Thorndike
a . Hukum
kesiapan (the law of readiness) dan rumusannya
sebagai berikut:
1)
Agar proses
belajar mencapai hasil
yang sebaik-baiknya, maka diperlukan adanya kesiapan dari organisme untuk melakukan belajar. Apabila individu sudah siap untuk melakukan suatu
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut memberi
atau mendatangkan kepuasan.
2) Bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, tetapi
tingkah laku tersebut tidak
dilaksanakan maka akan menimbulkan kekecewaan baginya, sehingga menyebabkan
dilakukannya tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaannya.
3)
Apabila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku, tetapi
ia terpaksa
melakukannya, maka akan menimbulkan
ketidakpuasan.
4)
Apabila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku, dan
menunda untuk melakukan tingkah laku
tersebut, maka akan menimbulkan kepuasan.
b. Hukum Latihan
(the law of exercise)
1)
Hukum
peng gunaan; prinsip hukum ini adalah hubungan antara
stilumus dan respons yang
akan menjadi semakin kuat jika sering digunakannya.
2)
Hukum tidak ada penggunaan; prinsip
hukum ini adalah hubungan
antara stimulus dan respons
yang akan
melemah jika tidak
diikuti dengan pengulangan (latihan).
c. Hukum Akibat
(the law of effect)
Hukum ini berbunyi
“hubungan antar stimulus dan respons diperkuat apabila akibatnya
memuaskan dan akan melemah apabila akibatnya
tidak memuaskan”. Suatu perbuatan
yang menyebabkan kesenangan atau kepuasan cender ung untuk diulang, sebaliknya apa bila tidak menyenangkan akan cenderung dihentikan.
4. Aplikasi Teori Thorndike dalam Pembelajaran
Matematika
Aplikasi Teori Thorndike pada pembelajaran di kelas yang
dikutip dari buku Psichology of Learning adalah:
a
. Guru harus tahu,
bahwa siswa lebih minat
belajar ketika mereka
merasa berkebutuhan dan berkepentingan pada pelajaran tersebut.
maka guru harus
memastikan bahwa kegiatan belajar tersebut
penting bagi siswa.
b.
Kesiapan
merupakan prasyarat untuk belajar, karena itu guru disarankan
untuk
mempertimbangkan kemampuan
mental atau kognitif peserta didik
ketika merencanakan kurikulum atau isi instruksional.
c.
Guru harus menyadari fakta bahwa siswa ingin mengulangi
tindakan yang mereka terima sebagai hal positif. Oleh karena itu, guru harus selalu menggunakan berbagai strategi motivasi
untuk mempertahankan minat belajar
siswa di kelas.
d.
Guru harus selalu meghadirkan bahan
secara logis dan cara
yang lebih koheren. Ini adalah
cara utama menangkap dan
mempertahankan kepentingan peserta
didik dalam kegiatan pedagogis.
e.
Guru
harus mempertimbangkan
penggunaan hukuman
sebagai pilihan terakhir dalam mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan di kelasnya. Ini disebabkan hukuman
tidak
bisa benar-benar mengatasi masalah dan itu akan membuat siswa menjadi lebih keras
di kelas.Guru harus menyadari pentingnya latihan
atau praktek dalam proses pembelajaran. Diperkuat oleh Hull (1943)
Learning may not occur unless prac- tice. Ini berarti bahwa
guru harus melibatkan siswa
dalam tug as atau peker jaan r umah, jika ingin tercapainya pembelajaran bermakna.
Beberapa
tips
yang dapat diterapkan Penerapan
dalam pembelajaran matematika dari Teori Thorndike adalah sebagai berikut:
a
. Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik
harus memastikan siswanya siap
mengikuti pembelajaran tersebut. Jadi
setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
b.
Pembelajar an yang diberikan sebaikn ya ber upa pembelajaran yang kontinu, hal ini
dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat
oleh siswa.
c.
Dalam
proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi matematika
dengan cara yang menyenangkan, contoh dan soal latihan
yang diberikan tingkat
kesulitannya bertahap, dari yang
mudah sampai yang sulit. Hal
ini agar siswa mampu menyerap materi yang diberikan.
d.
Pengulangan terhadap penyampaian materi dan
latihan, dapat membantu siswa mengingat
materi terkait lebih lama.
e.
Supaya peserta
didik dapat mengikuti
proses pembelajaran, proses harus
bertahap dari
yang sederhana
hingga yang kompleks.
f. Peserta didik yang
telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang belum baik harus segera diperbaiki.
g. Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting, karena perilaku
peser ta didik ter utama ditentukan oleh
penghargaan eksternal
dan bukan oleh intrinsic motivation.
Yang lebih penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
h. Materi
yang diberikan
kepada peserta
didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak
kelak
setelah dari sekolah.
i. Thorndike
berpendapat, bahwa cara mengajar yang
baik bukanlah mengharapkan murid tahu
bahwa apa yang telah diajarkan, tetapi gur u har us tahu apa yang hendak diajarkan.
Dengan ini guru harus tahu materi apa
yang harus diberikan, respon apa
yang
diharapkan dan kapan
harus memberi hadiah
atau membetulkan
respons yang salah.
Tujuan
pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peser ta didik dan har us terbagi dalam unit-unit
sedemikian rupa sehingga
guru
dapat
menerapkan menurut bermacam-macam situasi
B. Pemikiran Skinner dalam pembelajaran Matematika
1. Biografi B.F Skinner
Skinner lahir di Susquehana pada tahun1904. Ia mencapai
gelar master dan Ph.D di Universitas
Harvard.
Mula-mula ia memutuskan untuk menjadi penulis,
meskipun ayahnya menghendaki menjadi ahli hukum, karena ayahnya juga seorang
ahli hukum. Pada tahun 1938 Ia menulis buku “the Behavior of Organism”.
Skinner dalam mengembangkan teorinya dipengaruhi oleh Pavlov dan
Thorndike, lebih-lebih hukum epek dari
hukum Thorndike. Skinner berpendapat bahwa ilmu yang benar
tentang perilaku manusia harus didasarkan pada fakta empiris yang kuat (Duane P. Schultz dan Sydney Ellen Schultz, 2013:
403-405)
2. Teori B.F Skinner
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning
operan). Pengkondisian operan adalah sebentuk
pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam
probabilitas prilaku
itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk
landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai
berikut:
a
. Belajar itu adalah tingkah
laku.
b.
Per ubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional
berkaitan deng an adanya per ubahan dalam kejadian- kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
c.
Hubungan yang
berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan
hanya dapat di tentukan kalau
sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya
di devinisikan
menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi
yang di control secara seksama.
d.
Data dari
studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku (Haryu Islamuddin, 2012:
82)
3. Aplikasi Teori Skinner dalam Pendidikan
Skinner
mengemukakan bahwa kontrol yang posifit (menyenangkan) mengandung sikap yang
menguntungkan terhadap pendidikan, dan lebih
efektif bila digunakan. Skin- ner
mengemukakan peran utama dari pendidik
adalah menciptakan kondisi agar hanya
tingkah laku yang diinginkan saja yang diberi
penguatan. Skinner menganjurkan untuk melakukan
analisis langsung terhadap aktifitas-aktifitas yang terjadi dalam situasi
praktis untuk mengenal tingkah yang
pantas dan tidak pantas secara
tepat.
Pendidik
hendaknya membuat catatan dari kemajuan
siswa, sehingga dapat
dilakukan perubahan program
yang diperlukan siswa. Pendidik juga
perlu mengetahui dan menentukan tugas-tugas mana yang
akan dilaksanakan, bagaimana
cara melaksanakannya dan hasil-hasil apa yang diharapkan.
a
. Fokus nyata dalam pendidikan dan pengajaran adalah pemberian penguatan
yang konsisten, segera dan positif
bagi tingkah laku yang tepat dan
bagi pencapaian tujuan pendidikan
dan pengajaran yang
diharapkan. Pengajaran yang berprogram adalah salah-satu model
yang diajukan Skinner berdasarkan teori belajarnya. Ada beberapa prinsip pengajaran
yang dapat digunakan antara lain
(Haryu Islamuddin, 2012: 82):
b.
Perlu
adanya tujuan yang
jelas dalam pengertian
tingkah laku apa yang diharapkan
dicapai oleh para siswa.
Tujuan diatur sedemikian rupa secara
bertahap, dari sederhana
menuju yang kompleks.
c. Hasil belajar
harus segera diberitahukan, jangan ditunda.
Harus segera diberi feed back, jika salah dibetulkan, jika benar diberi
reinforcement.
d.
Proses belajar hendaknya
mengikuti irama dari si pelajar.
e. Bahan pengajaran terprogram secara linear, yaitu sistem
modul.
f. Tes hendaknya
lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik.
g. Dalam proses belajar mengajar dipentingkan aktivitas
sendiri.
h. Tidak menggunakan hukuman
dalam pendidikan.
i. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah
lingkungan untuk menghindari pelanggaran agar tidak menghukum.
j. Tingkah laku yang tidak diinginkan, bila dilakukan siswa, diberikan perhatian,
tetapi tingkah laku yang diinginkan
diberi reward.
k
. Hadiah
diberikan bila diperlukan.
l. Sangat mementingkan shaping , yaitu pengajarahan
agar mencapai
tujuan.
m. Mementingkan kebutuhan yang menimbulkan tingkah laku yang operan.
n. Dalam belajar
mengajar menggunakan teaching machine.
o.
Melaksanakan master y lear ning. Yaitu anak mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing,
karena tiap anak berbeda irama belajarnya.
p.
Program belajar
remedial bagi siswa yang
memerlukan, harus diberikan agar mencapai prinsip belajar tuntas.
Contoh Penerapan Teori Skinner dalam Kasus Matema- tika; Seorang siswa diberi
soal matematika sederhana dan siswa dapat menyelesaikannya sendiri.
Guru memuji siswa karena telah
berhasil menyelesaikan soal tersebut. Dengan peristiwa ini siswa merasa yakin
atas kemampuannya, sehingga timbul respon
mempelajari pelajaran berikutnya yang sesuai atau lanjutan apa
yang dapat dia selesaikan tadi. Selanjutnya dikatakan bahwa
pada umumnya stimulus yang demikian pada umumnya mendahului
respon yang ditimbulkan. Belajar dengan respondent conditioning ini hanya efektif jika suatu respon timbul karena kehadiran stimulus
tertentu.
Contoh
lainnya dalam matematika seorang siswa
yang terbiasa melakukan perhitungan matematika berupa
operasi penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian akan lebih mudah mengerjakan soal yang berhubungan
dengan operasi-operasi tersebut dengan
cepat
dan tanpa pemikiran yang lama.
C. Pemikiran AuSubel dalam pembelajaran Matematika
1. Biografi Ausubel
David Paul Ausubel
(1918-2008) merupakan
salah seorang ahli psikologi
Amerika. Beliau telah memberi banyak sumbangan
yang penting khususnya
dalam bidang psikologi pendidikan, sains
kognitif dan juga pembelajaran pendidikan sains. Ausubel dilahirkan pada 25 Oktober 1918 dan
dibesarkan di Brooklyn, New York. Beliau mendapat pendidikan di Universiti of Penn-
sylvania dan mendapat ijazah kehormatan pada tahun 1939 dalam bidang psikologi. Kemudian Ausubel menamatkan
pelajarannya di sekolah perubatan di Universiti Middlesex. Beliau juga
telah berkhidmat
dengan jabatan pertahanan US Public
Health Ser- vice, dan telah memperoleh M.A dan Ph.D dalam Psikologi Perkembangan dari Universiti Columbia pada 1950.
Pada 1973, Ausubel membuat keputusan untuk
terjun ke
bidang akademik dan menyertai latihan psikiatri. Sepanjang menjalani latihan psikaitri,
Ausubel telah menghasilkan berbagai judul
buku dan
artikel tentang psikiatri dan jurnal
psikologikal.
2. Teori Pembelajaran Ausubel
David Ausubel banyak mencurahkan
perhatiannya pada pentingnya mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar
bermakna (meaningful learning) dan belajar
ver- bal yang dikenal
dengan expository learning. Pandangan Ausubel tentang
belajar ini sangat bertentangan dengan ahli psikologi kognitif
lainnya, yaitu Bruner dan Piaget. Menurut Ausubel, pada
dasarnya orang memperoleh pengetahuan
melalui penerimaan, bukan melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan
pada siswa akan diterima
oleh siswa. Suatu konsep mempunyai
arti bila sama dengan
ide yang telah dimiliki, yang
ada dalam
struktur kognitifnya (Melly
Andriani dan Mimi Hariyani, 2013: 21)
Agar
konsep¬konsep yang diajarkan
menjadi bermakna, har us ada sesuatu di dalam kesadaran siswa yang bisa disamakan.
Sesuatu itu adalah “struktur kognitif
’. Belajar bermakna
adalah belajar yang disertai dengan
pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila
informasi yang baru diterima siswa mempunyai kaitan
erat
dengan konsep yang sudah
ada/diterima sebelumnya tersimpan pada
struktur kognitifnya.
3. Klasifikasi Belajar
Ausubel dan Cara Pengajarannya
Ausubel mengklasifikasikan makna
belajar ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara bagaimana
informasi atau materi
pelajaran disajikan kepada siswa,
apakah melalui penerimaan atau melalui penemuan.
Belajar menurut dimensi ini diperoleh melalui
pemberian informasi dengan cara dikomunikasikan
kepada siswa. Belajar penerimaan dan menyajikan informasi
itu dalam bentuk final, ataupun dalam bentuk
belajar penemuan yang mengharuskan
siswa
untuk menemukan sendiri keselur uhan infor masi yang har us diterimanya.
Cara kedua berhubungan dengan
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi yang diterima dengan struktur
kognitif yang sudah dimilikinya. Dalam
hal ini siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya, itulah yang dikatakan belajar bermakna. Siswa dapat juga mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep yang
telah ada dalam struktur kognitifnya. Kedua dimensi itu tidak menunjukkan
dikotomi yang sederhana, tetapi lebih mer upakan suatu kontinum.
Menurutnya, belajar
penerimaan tidak sama dengan belajar
hapalan. Belajar penerimaan
dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep.
Sehubungan dengan itu agar bahan pelajaran mudah dipelajari,
Ausubel (1963) berpendapat bahwa pengetahuan diorganisasi- kan dalam ingatan seseorang
secara hierarki. Oleh karena itu, ia
menyarankan supaya materi pelajaran disusun
secara berurutan dari atas ke bawah, dari yang paling inklusif/umum/ abstrak hingga yang paling spesifik (terinci); pembelajaran harus berjalan dari yang paling umum dan inklusif hingga rinci,
disertai contoh
yang khas. Ada
beberapa syarat
yang harus
dipenuhi agar belajar
menjadiber makna. geberapa syarat/ strategi tersebut
di antaranya adalah dengan
melakukan: ad- vance organizer; progressive differentiation; integrative rec- onciliation; dan consolidation.
a
. Pengaturan awal (advance organizer). Pengaturan awal ini berisi konsep-konsep atau ide-ide
yang diberikan kepada siswa
jauh sebelum materi
pelajaran yang sesungguhnya diberikan. Berdasarkan suatu penelitian, pengaturan awal dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
berbagai macam materi pelajaran.
Pengaturan awal sangat berguna dalam
mengajarkan materi pelajaran yang sudah mempunyai struktur yang teratur
(Melly Andriani dan Mimi
Hariyani, 2013: 20)
b.
Progressive differentiation. Menurut Ausubel pengembang- an konsep berlangsung paling baik bila dimulai dengan cara
menjelaskan terlebih
dahulu hal-hal yang umum terus sampai kepada hal-hal yang khusus dan rinci disertai
dengan pemberian contoh-contoh.
c.
Rekonsiliasi
integratif
(integrative reconciliation). Guru menjelaskan dan menunjukkan secara jelas perbedaan
dan persamaan materi yang
baru
dengan materi
yang telah
dijelaskan terlebih dahulu
yang telah dikuasai siswa. Dengan demikian siswa akan mengetahui
alasan dan manfaat materi yang akan dijelaskan tersebut.
d.
Konsolidasi
(consolidation). Guru memberikan peman- tapan atas materi pelajaran
yang
telah diberikan untuk memudahkan
siswa memahami dan mempelajari
materi selanjutnya.
4. Penerapan Pemikiran Ausubel
Dalam perkembangannya, belajar ber makna dapat
diterapkan melalui berbagai cara pengajaran, misalnya pengajaran
dengan menggunakan
peta konsep.Penerapan
peta konsep
dalam pembelajaran dapat dilakukan untuk menguji dan mengetahui
penguasaan siswa terhadap pokok
materi yang akan diberikan, serta untuk mengetahui konsep esensial apa saja
yang perlu diajarkan.Adapun cara pembelajarannya adalah sebagai berikut.
a
. Pilih suatu bacaan atau salah satu bab dari sebuah buku pelajaran.
b.
Tentukan
konsep-konsep yang relevan dari topik yang akan
atau
sudah diajarkan.
c.
Urutkan konsep-konsep tersebut dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif berikut
contoh-contohnya.
d.
Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas dari konsep yang paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif secara berurutan dari atas ke bawah.
e.
Hubungkan
konsep-konsep ini dengan
kata-kata sehingga menjadi
sebuah peta konsep.
Contoh Penerapan Teori Ausubel dalam kasus Matematika: Dalam belajar program linier, siswa yang belajar
bermakna
bisa mengkaitkannya dengan materi menggambar grafik fungsi lin-
ear dan menyelesaikan pertidaksamaan linear serta mampu menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan
program linier. Dan sebaliknya
apabila tidak bermakna, maka siswa tidak bisa mengkaitkannya dengan materi sebelumnya dan tidak mampu
mengaplikasikannya.
0 Response to "PEMIKIRAN THORNDIKE, SKINNER DAN AUSUBEL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA "
Post a Comment