BAB I
PENGANTAR
PSIKOLOGI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
A. Pengertian Psikologi
Psikologi terbentuk dari kata “psyche” yang berarti “jiwa” dan “logos” berarti “ilmu”. dari bentukan kata tersebut dapatlah diartikan bahwa psikologi adalah ilmu yang memepelajri jiwa. Akan tetapi, mengartikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari jiwa sebenarnya kurang tepat. Kenyataannya psikolgi tidak mengkaji jiwa sebagai objeknya, karena jiwa merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati secara konkrit, dan jiwa merupakan salah satu aspek saja dalam kehidupan individu secara keseluruhan. Jadi, psikologi lebih tepat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu (khususnya manusia) dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas, yaitu sebagai manifestasi hayati (hidup) yang terwujud sebagaihasil interaksi dengan lingkungannya (Mohamad Surya, 2013: 10) Secara umum psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan seseorang yang sangat penting adanya dalam proses pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, karena prinsip yang terkandung dalam psikologi pendidikan dapat dijadikan landasan berfikir dan bertindak dalam mengelola proses belajar-mengajar, yang merupakan unsur utama dalam pelaksanaan setiap sistem pendidikan.
Dalam menerapkan prinsip psikologis
tersebut diperlukan adanya figur
guru yang kompeten, dan guru yang kompeten adalah guru yang mampu melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab
yang
mampu mengelola proses belajar-mengajar sebaik mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip psikologi.
Dengan demikian sudah saatnya
sekarang pendidikan kita untuk
melayani kebutuhan dan hakikat psikologis peserta didik. Pemahaman pada
peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan
merupakan salah
satu kunci
keberhasilan
pendidikan. Oleh karena itu, hasil
kajian dan penemuan psikologi sangat
diperlukan penerapannya dalam
bidang pendidikan, termasuk pada pendidikan matematika Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang
kehidupan pribadi
manusia pada umumnya serta
berkaitan dengan aspek pribadi.
Individu memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan
irama perkembangannya yang
berbeda satu dengan yang lain.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan
sama kepada setiap peserta didik,
sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa
persamaan. Penyusunan kurikulum perlu
berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan djadikan garis-garis
besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang
digariskan.
Landasan Psikologi pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan
yang membahas
berbagai informasi
tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada
setiap tahapan usia perkembangan
tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan
usia perkembangannya
yang bertujuan
untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat
hubungannya dengan pendidikan adalah yang
berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtaraharja, 2005: 106)
B. Pengertian Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Kata atau istilah
belajar bukanlah sesuatu yang baru, sudah sangat dikenal secara luas, namun dalam pembahasan
belajar ini masing-masing memiliki
pemahaman dan definisi yang berbeda-
beda, walaupun secara praktis masing-masing
kita sudah sangat memahami apa yang dimaksud belajar tersebut.
Menurut R. Gagne belajar
dapat
didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organisme
berubah perilakunya
sebagai akibat
pengalaman. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh
motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
Selain itu, Gagne juga menekankan
bahwa belajar sebagai suatu upaya
memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui instruksi. Instruksi yang dimaksud
adalah perintah atau arahan dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru.
Adapun menurut
Burton, belajar
dapat diartikan
sebagai
perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu
dengan individu, dan individu dengan lingkungan- nya sehing g a
mer eka le bih
mampu berinteraksi
deng an lingkungannya.
Sementara menurut E.R Hilgard,
belajar adalah suatu per- ubahan kegiatan reaksi terhadap
lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh
melalui latihan (pengalaman). Hilgard menegas- kan bahwa
belajar merupakan proses
mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui
latihan, pembiasaan, pengalaman, dan sebagainya.
Sementara Hamalik menjelaskan
bahwa belajar adalah memodifikasi atau
memperteguh perilaku melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan
suatu
proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu
hasil atau tujuan. Dengan demikian, belajar
itu
bukan sekedar mengingat
atau menghafal saja, namun lebih luas dari itu, merupakan mengalami.
Dari beberapa pengertian belajar diatas, dapat ditarik kesim- pulan
bahwa belajar adalah suatu aktivitas
yang dilakukan
seseorang dengan sengaja
dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman,
atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan
seseorang mengalami ter jadinya per ubahan
perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak (Ahmad Susanto, 2013:1-4).
Pembelajaran merupakan terjemahan dari “learning” yang berasal
dari kata belajar atau “to learn”.
Pembelajaran menggam-
barkan suatu proses yang dinamis
karena pada hakikatnya perilaku belajar diwujudkan dalam suatu proses yang dinamis dan
bukan sesuatu yang diam dan pasif.
Secara umum, pembelajaran mer upakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan perilaku
sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan
hidup.
Secara psikologis, pengertian pembelajaran dapat dirumuskan
suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku secara menyeluruh, sebagai hasil dari interaksi individu itu dengan lingkungannya.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut
ialah: pertama, pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku.
Kedua, hasil pembelajaran ditandai dengan
perubahan perilaku secara keseluruhan. Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses.
Keempat, pembelajaran terjadi karena ada yang mendorong
dan ada tujuan yang ingin dicapai.
Kelima, pembelajaran merupakan
bentuk pengalaman (Mohammad
Surya, 2013: 111-115)
Belajar adalah suatu aktivitas
yang dilakukan seseorang dengan
sengaja dalam keadaan sadar
untuk
memperoleh suatu konsep, pemahaman,
atau pengetahuan
baru
sehingga memungkinkan
seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif
tetap baik dalam
berpikir, merasa, maupun
dalam bertindak. Berdasarkan uraian tentang konsep belajar diatas, dapat dipahami tentang makna hasil
belajar,
yaitu kemampuan yang diperoleh
anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang
yang berusaha
untuk
memperoleh suatu bentuk per ubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran, biasanya guru menetapkan
tujuan belajar. Anak yang
berhasil dalam belajar adalah
yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Perubahan
perilaku sebagai
hasil pembelajaran ciri- cirinya sebagai berikut (Ahmad Susanto, 2013: 2-5):
1
. Perubahan yang disadari.
2
. Perubahan
yang bersifat kontinu (berkesinambungan).
3
. Perubahan
yang bersifat fungsional.
4
. Perubahan yang bersifatpositif.
5
. Perubahan
yang bersifat aktif.
6
. Perubahan yang bersifat permanen1
Sedangkan, tujuan
belajar sendiri adalah (Sardiman,: 25-29):
1
. Untuk
mendapatkan pengetahuan.
2
. Penanaman konsep dan keterampilan.
3
. Pembentukan sikap
Selanjutnya, dalam
perspektif agama Islam pun belajar
dinilai sebagai hal penting yang memiliki kedudukan sebagai kewajiban bagi setiap orang beriman
agar memperoleh ilmu pengetahuan yang akan mengangkat
derajat kehiduan mereka. Kewajiban ini
difirmankan Allah dalam Al-Quran
surat Mujadalah ayat 112,
yang artinya: “...niscaya
Allah akan meninggikan
beberapa derajat
kepada orang-orang yang beriman dan berilmu.”. Ilmu dalam hal ini tentu saja
bukan hanya pengetahuan agama tetapi juga berupa pengetahuan yang berjalan seriring kemajuan zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat bagi dirinya serta orang-orang di sekitarnya.
1 Drs. Ahmad Susanto, Mpd, Teori Belajar
Pembelajaran, hlm; 2-5.
2????
Oleh karena itu, guru yang profesional haruslah melihat
hasil belajar siswa dari berbagai sudut kinerja psikologis yang utuh dan
menyeluruh. Sehubungan
dengan ini, seorang peserta didik yang menempuh
proses belajar idelanya ditandai oleh
munculnya pengalaman-pengalaman positif
psikologis baru yang positif.
C. Proses Pembelajaran
Pembelajaran ialah proses individu mengubah
perilaku dalam upaya memenuhi
kebutuhannya. Individu akan
melakukan kegiatan belajar apabila ia
menghadapi situasi kebutuhan dalam interaksi
dengan lingkungannya. Pada dasarnya, tidak
semua kebutuhan mengharuskan individu
belajar. Ada kebutuhan yang dapat dipenuhi
dengan insting (naluri), misalnya bayi yang menangis
karena lapar. Menangis merupakan insting yang sudah ada sejak lahir sebagai respons terhadap adanya kebutuhan makanan, yaitu lapar. Menangis tidak perlu belajar.
Ada pula kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan kebiasaan,
misalnya kebiasaan makan, kebiasaan minum, kebiasaan tidur, dan
sebagainya. Proses pembelajaran juga tidak
diperlukan apabila kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan kebiasaan.
Proses pembelajaran akan terjadi
bila individu memiliki kebutuhan
yang tidak dapat dipenuhi dengan
insting atau kebiasaan. Adanya kebutuhan,
akan mendorong individu untuk mengkaji perilaku yang ada dalam dirinya,
apakah dapat memenuhi kebutuhan atau tidak. Apabila tidak, maka ia harus memperoleh perilaku yang baru dengan proses pembelajaran.
Secara keselur uhan, proses pembelajaran mer upakan
rangkaian aktivitas berikut: pertama,
individu merasakan adanya kebutuhan dan melihat tujuan yang ingin dicapai. Kedua, kesiapan
individu untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
Ketiga, pemahaman situasi
yaitu segala sesuatu
yang ada di lingkungan
individu dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya.
Keempat, menafsirkan
situasi yaitu bagaimana
individu melihat kaitan berbagai
aspek yang terdapat dalam situasi. Kelima, individu melakukan aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan
dan mencapai tujuan sesuai dengan yang telah dirancangkannya dalam tahapan ketiga dan
keempat. Keenam, individu
akan memperoleh umpan balik dari
apa yang
telah dilakukannya. Ada dua
kemungkinan yang terjadi,
yaitu berhasil atau gagal (Sardiman,: 116-121)
D. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah
suatu
proses belajar meng ajar yang dibangun
oleh gur u untuk mengembangkan kreatifitas
berpikir siswa yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkon- struksi pengetahuan
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.
Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun
murid bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya
tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini kan mencapai
hasil yang maksimal apabila pembelajaran
berjalan secara efektif. Pembelajaran
yang efektif
adalah pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif.
Kualitas pembelajaran dapat dari segi proses dan segi hasil.
Pertama, dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental,
maupun sosial dalam
proses pembelajaran, di samping
menunjukkan semangat belajar yang ting gi dan percaya diri. Kedua, dari segi hasil, pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi
perubahan tingkah laku ke arah positif, dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Perubahan tersebut terjadi dari tidak tahu menjadi
tahu konsep matematika, dan mampu meng gunakannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Hans Freudental, metematika merupakan
aktivitas insani dan harus dikaitkan
dengan realitas. Dengan
demikian, matematika
merupakan cara berpikir logis yang
dipresentasikan dalam bilangan, ruang, dan bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada yang tak lepas dari aktivitas insani tersebut. Pada hakikatnya, matematika tidak terlepas dari
kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan
yang membutuhkan pemecahan secara
cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada
matematika (Sudarwan Dani, 2012 : 21-23)
E. Hirarki Pembelajaran Matematika
Sebelum dijelaskan apa yang dimaksud
dengan Hirarki Belajar Matematika,
terlebih dahulu harus
diketahui Apa itu
Hirarki Belajar, Para guru tentunya
sudah memahami bahwa satu Standar Kompetensi diajarkan mandahului
Standar Kompetensi lainnya, dan satu Kompetensi
Dasar diajarkan mandahului Kompetensi Dasar lainnya. Pada dasarnya,
pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai
para siswa terlebih dahulu
dengan baik agar ia dapat
deng
an mudah mempelajari pengetahuan yang lebih r umit. Pertanyaan
yang sering muncul
adalah mengapa suatu Standar Kompetensi
harus diajarkan
mendahului Standar Kompetensi lainnya? Gagne
memberikan alasan pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran
dengan selalu menanyakan pertanyaan ini:
“Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar
ia berhasil mempelajari suatu pengetahuan tertentu?”. Setelah mendapat
jawabanya,
ia harus
bertanya lagi
seperti pertanyaan yang
di atas tadi untuk mendapatkan prasarat yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan tersebut. Begitu seterusnya sampai
didapatkan urut-urutan pengetahuan
dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Dengan cara
seperti itulah kita akan mendapatkan hirarki
belajar. Apa yang
dipaparkan di atas dapat diperjelas
dengan tulisan Resnick dan
Ford (1984) berikut ini: “A hierarchy is generated
by considering the
target task and asking: “ What would
(this child) have to know and how to do in order to perform thisk task…?”
Karena
itu, hirarki belajar menurut Gagne harus
disusun dari atas ke bawah
atau top down (Orton,1987). Dimulai
dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun
keterampilan yang menjadi
salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di
puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti
kemampuan, ketrampilan, atau pengetahuan prasyarat (pre- requisite) yang
harus mereka kuasai lebih
dahulu agar mereka
berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Hirarki belajar
dari Gagne memungkinkan juga prasyarat
yang berbeda untuk kemampuan
yang berbeda
pula (Orton,
1987). Sebagai contoh, pemecahan masalah
membutuhkan aturan, prinsip dan konsepkonsep terdefinisi sebagai prasyaratnya,
yang membu- tuhkan konsep konkret sebagai
prasyarat berikutnya, yang masih membutuhkan kemampuan membedakan (discriminations) sebagai
prasyarat berikutnya lagi. Sebelum mempelajari perkalian, siswa har us memahami
konsep penjumlahan, dan tentunya har us mengenal konsep bilangan mulai dari konkrit hingga abstrak.
F. Teori-Teori Pokok Belajar
Secara umum, teori
adalah seperangkat prinsip
yang sistematis dan
berbasis penalaran sebagai
kerangka kerja konseptual dan telah teruji secar empiris
dalam memberikan penjelasan terhadap suatu fenomena tertentu. Dengan
pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan teori pembelajaran
adalah seperangkat prinsip yang sistematis
dan berbasis penalaran sebagai kerangka
kerja konseptual dan telah
teruji secara
empiris dalam memberikan penjelasan
dan pemecahan masalah fenomena pembelajaran.
Fenomena pembelajaran
adalah berbagai fenomena
perubahan perilaku
individu dalam interaksi dengan lingkungan
dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan. Memepelajari teori pembelajaran mempunyai beberapa kepentingan, baik
aspek individu maupun masyarakat.
Dari segi individu, pembelajaran
merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan, sehingga memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan efektif. Dari segi masyarakat, pembelajaran merupakan kunci dalam pemindahan
kebudayaan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Dengan pembelajar an, dimungkinkan adanya penemuan bar u dan pengembangan dari hasil generasi lama.
Fungsi teori pembelajaran dalam
pendidikan adalah sebagai berikut (Jeanne Ellis Ormrod: 34-35):
1
. Memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pengajaran.
2
. Menilai hasil-hasil yang telah dicapai untuk digunakan dalam ruang kelas.
3
. Mendiagnosi masalah-masalah dalam ruang kelas.
4
. Menilai hasil penelitian yang dilaksanakan berdasarkan teori- teori tertentu.
0 Response to "PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA"
Post a Comment